Sumber : Google Gambar |
Hari ini, aku bakal nge-share sebuah nilai kehidupan yang perlu diketahui oleh masyarakat, terutama pelajar kayak kita ini. Sebenarnya, nilai yang akan aku share ini aku kutip dari sebuah cerita pewayangan. Setelah aku dalami maknanya, ternyata makna itu dapat kita terapkan di kehidupan kita sehari-hari loh.
Oke, kita langsung mulai aja yuk ceritanya.
Sebelumnya, kalian pada tau gak sih cerita pewayangan Mahabharata ? Itu loh, kisah perang saudara antara Panca Pandawa dan Kurawa dalam kitab Bharata Yudha yang dikarang oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh. Cerita inilah yang menjadi pedoman umat hindu terdahulu untuk menjalani kehidupan. Eits, jangan salah sangka dulu, walaupun cerita ini notabene berasal dari ajaran hindu, namun sifatnya berlaku universal kok. Kita bisa petik amanatnya dan diterapkan di kehidupan jaman sekarang ini.
Dari cerita Mahabharata yang panjang nan lebar itu, aku hanya akan membahas sedikit cuplikan cerita sesuai judul artikel ini, yaitu nilai kehidupan bagi kita, para pelajar. Cuplikan ini aku ambil saat Panca Pandawa dan Kurawa masih remaja. Yang tentunya masih dalam masa belajar.
Diceritakan bahwa, Para pangeran Kuru (Pandawa dan Kurawa) dikirim oleh sang raja Drshtarasta untuk menimba ilmu ke hutan bersama guru Drona. Kalian pasti tau kan cowok yang paling terkenal diantara para Pandawa yang jago manah itu?? Ya. Namanya Arjuna. Karena Arjuna adalah murid terpandai dari pangeran yang lain (pandai memanah tentunya), maka ia menjadi murid kesayangan guru Drona. Enak banget gak sih jadi murid kesayangan?? Pastinya dooonngg.. Rasa sayang sang guru yang begitu besar inilah membuat beliau berjanji untuk menjadikan Arjuna sebagai satu-satunya pemanah ulung di seluruh jagat raya yang dibina langsung oleh guru Drona. (Woww.. Keren banget gak sih??)
Di lain pihak, diceritakan ada seorang pangeran dari kaum Nisada (kaum yang tingkatannya paling rendah yaitu kaum pemburu, bukan kaum ksatria atau brahmana) bernawa Eka Lawya. Namun, kemampuan memanahnya tak perlu diragukan lagi. Malah, ia lebih pandai daripada Arjuna. Eka Lawya bertekad ingin menjadi pemanah terbaik di jagat raya. Sehingga ia mendatangi guru Drona untuk berguru langsung pada Drona. Tapi apa yang Eka Lawya dapatkan? Ia ditolak. DITOLAKK?? (T_T) Guru Drona menolaknya dengan alasan ia bukan kaum Ksatria dan tak pantas untuk berguru padanya. Padahal, dalam hati Drona, penolakan itu dilakukan agar tak ada yang dapat menandingi murid kesayangannya, Arjuna. Dan demi memenuhi janjinya kepada Arjuna. Sehingga, pupuslah sudah harapan Eka Lawya untuk menjadi murid sang guru idaman: guru Drona.
Walaupun ditolak, niat Eka Lawya menjadi pemanah ulung tetap membara. Ia pun belajar secara sembunyi-sembunyi saat guru Drona mengajari Arjuna. Ia juga membuat patung guru Drona demi menghormati guru Drona. Hingga kian lama, kepandaiannya bertambah. Dan kini lebih hebat daripada Arjuna. Itulah berkat kegigihannya belajar. Kita juga harus seperti itu guys, pantang menyerah untuk ilmu pengetahuan yang tiada habisnya. Kita masih mending diajar di sekolah, belajar dibimbing, fasilitas ada. Nah gimana kalau dibandingin Eka Lawya yang udah ditolak, belajar sembunyi-sembunyi, gak ada yang ngebimbing, eh bisa pinter juga tuh. Itu membuktikan seberapa pandainya kita tergantung pada seberapa giat kita untuk berlatih, belajar dan teruuss belajar.
Eh, ceritanya belum selesai loh. Lanjut lagi ya. Pada suatu hari saat Eka Lawya berlatih di tengah hutan bersama patung guru Dronanya, ia mendengar suara anjing menggonggong (yaiyalah, masak berkokok). Dengan panahnya, Eka Lawya pun memanah anjing itu tanpa melihat sasarannya dan panahnya tepat mengenai mulut anjing itu. (hebat banget kann??) Masalahnya nih, ketika Pandawa melewati TKP dan melihat anjing dengan panah di mulutnya, Pandawa bertanya-tanya. Siapa sih yang bisa memanah seperti itu? Bahkan Arjuna aja belum bisa sampe segitunya. Lalu, muncullah Eka Lawya yang memperkenalkan dirinya sebagai murid dari guru Drona. (guru Drona? Ah patungnya kali. Tapi dia ngakunya sebagai murid guru Drona loh, suerrr!). Mendengar pengakuan Eka Lawya, otomatis Arjuna shock dong. Dalam hatinya, masak sih guru Drona punya murid lain yang pandai memanah selain Arjuna??
Sumber gambar : Wikipedia |
Guru Drona lalu mendatangi Eka Lawya. Dengan sigap, Eka Lawya memberi salam pada guru idamannya itu. Namun apa yang Eka Lawya dapatkan? Lagi-lagi dapet amarah dari sang guru tercinta karena Eka Lawya udah ngaku-ngaku jadi muridnya. Untuk itulah, guru Drona berkata “jika kau ingin menjadi muridku, kau harus melakukan pengorbanan padaku.” Sang guru meminta Dakshina (imbalan atau pengorbanan atau ucapan terimakasih sang murid pada gurunya dalam hal pendidikan). Sebab, meskipun tidak belajar langsung, Eka Lawya telah melakukan proses pembelajaran itu secara illegal dari guru Drona. Maka dari itu, sebagai imbalannya, guru Drona meminta ibu jari tangan kanan Eka Lawya untuk menjadi persembahan ucapan terimakasih tersebut. Nah, karena itu merupakan permintaan guru Drona, Eka Lawya dengan patuh memberikan ibu jarinya kepada guru Drona. Bayangin, dia motong ibu jarinya sendiri guys! Saking rasa baktinya pada guru Drona yang begitu besar. Tapi, apa lagi yang Eka Lawya dapatkan setelah melakukan pengorbanan itu? Lagi-lagi ia mendapat kekecewaan. Guru Drona mengusirnya untuk kembali ke tanah kelahirannya di Maghada. (Jadi tetep aja dong dia gak bisa jadi murid guru Drona) Akibatnya, Eka Lawya tak bisa memanah lagi tanpa ibu jari. Guru Drona telah membuatnya tak bisa menandingi Arjuna. (Huh guru yang egois).
Amanat yang dapat kita petik sebagai pelajar adalah : nggak ada pendidikan yang gratis. Seberapapun ambisi dan kegigihan kita dalam belajar, jika itu tak berbiaya sedikitpun, hasilnya akan sia-sia. Seperti Eka Lawya yang tak kenal lelah berlatih tapi belajarnya sembunyi-sembunyi, eh diakhir cerita jadi kehilangan ibu jarinya. Sehingga latihannya selama ini sia-sia. Jadi, walaupun kita di jaman modern ini udah ada kebijakan pemerintah berupa bea siswa seperti dana BOS atau yang lainnya, pasti dan wajib kita mengeluarkan uang atau pengorbanan lain sebagai dakshina (ucapan terimakasih pada guru, pada sekolah, atau bahkan pada pelajaran/ilmu pengetahuan itu sendiri) ya tentunya bukan ibu jari lah. Hal lain, yang walaupun hanya sedikit saja juga bisa menjadi dakshina loh. Misalnya diantara kalian yang membaca artikel ini ada yang dapet beasiswa penuh dan bisa sekolah secara gratis sampe tamat. Otomatis gak bayar SPP kan? Tapi untuk buku pelajarannya kan masih beli atau fotocopy buku pelajaran milik teman kan pake uang tuh, atau bisa juga pas ada acara amal di sekolah kita juga bisa beramal walaupun cuma berapa ribu saja. Itu udah termasuk pengeluaran kita dalam mendapatkan ilmu itu.
Nah, kalau yang gak dapet bea siswa sih udah pasti bayar sekolah sendiri dong ya. Bayar sekolah dari orangtua juga termasuk pengorbanan (dakshina). Jadi, sekali lagi, gak ada pendidikan yang gratis. Bahkan, kalo misalnya kalian belajar hal kecil seperti belajar masak atau belajar main gitar gitu sama temen, pastinya kalian harus ngasi imbalan untuk ilmu yang telah mereka berikan. Misalnya kalian ngasih sedikit hasil masakan kalian itu sebagai imbalan. Atau kalian bisa aja kan nraktir makan bakso atau mie ayam?? Pokoknya yang penting ada sedikit aja imbalan untu ilmu tersebut. Ingat, belajar dan teruslah belajar dengan doa, latihan, dan pengorbanan. Pasti hasilnya takkan sia-sia.
Oke, cukup sekian dulu ceritanya. Tunggu cerita-cerita dan artikel selanjutnya yaa. Trims sudah membaca :D
0 komentar
Silahkan Beri Komentar Saudara...